PENGUSAHA KLIEN

1. Terbentuknya Pengusaha Klien
Fenomena pengusaha klien dapat dijumpai diberbagai belahan dunia, terutama di negara sedang berkembang. Di negara yang menganut sistem pasar, prinsip kompetitif bagi para pelaku ekonomi sangat diperlukan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembangunan ekonominya kehadiran kelompok pengusaha yang mempunyai jiwa kewiraswastaan dan mandiri sangat diharapkan. Dari kelompok pengusaha yang demikian negara dapat mengandalkannya menjadi tulang punggung perekonomian nasional, baik untuk berkompetisi dalam skala nasional maupun secara internasional. Sebaliknya di negara sedang berkembang, hal ini masih belum begitu tampak. Hal ini dikarenakan keberadaan jenis pengusaha tergantung pada fasilitas pemerintah atau yang lebih dikenal dengan pengusaha klien (client businessman).


Ketika pemerintah Meiji di Jepang akan melakukan industrialisasi pada abad XIX, kebijaksanaan Pemerintah Meiji adalah untuk memberikan proteksi dan subsidi kepada para pengusaha agar dapat terbentuk kelompok borjuasi industri nasional. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh Korea Selatan pada pemerintah Rhee atau Park Chung Hee pada pertengahan abad XX. Kedua negara kemudian memang berhasil membentuk negara industri yang berbasis pada kekuatan kelompok pengusaha yang mandiri.
Pada masa Orde Baru, dari sudut pandang politik secara konsisten diterapkan dua strategi : pertama, diberlakukannya sistem korporatisasi negara. Strategi yang digagas oleh Phiippe C. Schmitter ini mendasarkan kepentingan masyarakat lewat sistem representasi dan artikulasi. Maksudnya, elemen kepentingan masyarakat diberi wadah aspirasi dengan mendirikan lembaga tunggal yang direstui oleh pemerintah. Tujuan sistem ini adalah agar pemerintah mudah mengontrol setiap dinamika masyarakat yang cenderung menciptakan suasana ketidakstabilan politik.


Kedua, seperti umumnya negara berkembang, Indonesia juga penganut negara lunak (soft state). Istilah yang digagas oleh Gunnar Myrdall ini, menunjuk kepada ketidakefisienan pelaksanaan aturan, khususnya ketaatan terhadap hukum dan perundang-undangan, serta ketidak patuhan sebagian pejabat pemerintah pada berbagai peraturan yang dibuatnya sendiri. Dengan kata lain, banyak undang-undang dan regulasi yang dibuat tetapi tidak efektif. Dengan begitu, mereka yang mempunyai kekuasaan atau mereka yang memiliki sumber-sumber ekonomi sehingga mempunyai akses terhadap kekuasaan, mendapatkan peluang keuntungan dan menghindar dari sanksi.
Di sisi lain, negara juga akan mendapatkan keuntungan karena terdapatnya sifat patron-klien dari hubungannya dengan dunia usaha. Negara memberikan perlindungan terhadap proses produksi serta menyediakan jaminan apabila perangkat hukum tidak melicinkan aktivitas ekonomi dunia usaha. Sebaliknya dunia usaha memberikan timbal baliknya beruipa pendapatan yang cukup tinggi kepada negara berupa pajak, maupun terhadap oknum-oknum birokrasi berupa upeti. Praktik sperti ini dapat disebut sebagai crony capitalism atau erzats capitalism. Simbiosis mutualisme itulah yang melanggengkan hubungan antara kekuasaan dengan dunia usaha dalam menjalankan roda perekonomian.

2. Tipe Pengusaha Klien
Beberapa tipe pengusaha klien dapat dibagi menjadi:
a) Government Contractor: berbagai macam kontrak pemerintah diberikan kepada warganegara yang sering digunakan untuk mendapatkan dukungan dari pengusaha pribumi. Dengan tersedianya anggaran yang banyak, baik dalam industri maupun keuangan memungkinkan diberikannya proyek industri kepada sektor swasta. Untuk mendapatkan proyek, dibutuhkan sedikit modal dan teknologi sehingga muncullah kelompok bisnis yang mendasarkan dirinya sebagai kontraktor. Salah satu syarat utama bagi keberhasilan seorang kontraktor ialah koneksinya dengan negara. Sebagai akibatnya, kontraktor yang bekaitan dengan pemerintah adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan elit-elit politik dan birokrat dan kebanyakan mereka adalah veteran militer.

b) Monopoly Traders: mengumpulkan upeti dari pedagang adalah metode konvensional yang sudah berlaku semenjak para kolonial hingga saat ini, untuk membiayai kegoatan politik mereka. Ini adalah sestem yang paling mudah untuk dialkukan yang hanya mengzinkan kepada sejumlah pedagang yang terbatas untuik melakukan bisnis perdagangan tertentu. Lisensi akan diberikan kepada mereka yang telah sepakat untuk memberikan sebagian keuntungannya kepada pemegang kekuasaan.
c) Concessionaires: negara memiliki wewenang untuk memberikan konsensi kepada mereka yang berkeinginan untuk mengeksploitasi suberdaya alam yang dimiliki oleh negara. Pemegang konsensi hanya wajib membayar iuran HPH/ IPPH
d) Licensed Manufacture: merupakan sistem utama kepentingan negara dalam menggerakkan roda perekonomian. Pemerintah membuat klasifikasi sektor industri yang tertutup, tanpa fasilitas dan yang menjadi prioritas sesuai dengan kategori yang berbeda dari para investor. Sistem ini antara lain digunakan dalam sektor pelayaran seperti perkapalan.
e) State-private joint venture: joint venture antara sektor swasta dan negara dibentuk oleh kebijakan pemerintah seprti mengembangkan industri strategi, mengontrol monopoli swasta, kapitalisasi proyek berskala besar, mengundang entrepreneur untuk mempelajari proses industri baru.

3. Praktik Pengusaha Klien : Rezim Orde Baru
Simbiosis mutualisme yang terbentuk dari patron klien menyebabkan pembentukan pasar di Indonesia telah banyak melibatkan kepentingan politik di dalam proses awalnya. Sehingga penguasaan pasar pada sebuah perusahaan yang cukup besar pada produk tertentu bukan diakibatkan oleh tingkat kompetisi yang bagus dari perusahaan yang bersangkutan, melainkan karena fasilitas monopoli yang diberikan oleh pemerintah melalui relasi patron klien yang tertata.
Usaha-usaha monopoli yang dikuasai oleh badan usaha milik swasta di Indonesia membentang dari sekian banyak produk, seperti : cengkeh, rotan, semen, kopra, minyak mentah, bir, kain ban, tepung terigu, kapsul obat, impor film, CPO dan kertas kraft. Pemilik atau lembaga tata niaga tersebut hampir seluruhnya memiliki jaringan kuat ke pusat kekuasaan yang memiliki otoritas dari setiap

kebijakan yang dikeluarkan, sehingga semakin memperkuat dugaan adanya hubungan yang erat antara pengusaha (kekuatan ekonomi) dan penguasaha (kekuatan politik) tersebut.
Beberapa usaha monopoli BUMS di antaranya BPPC dengan kegiatan Pemasaran cengkeh, Asmindo (Rotan), Indocement (sement), Dharmala (Kopra), Permindo (minyak tanah) Multi Bintang (Bir), Branta Mulya (Kain Ban), Bogasari ( Tepung terigu), Kapsulindu (Kapsul obat), Subentra (Impor Film), Indolima (CPO) dan Kraft Aceh (Kertas kraft). Sementara monopoli BUMN, di antaranya PTPN (produk perkebunan), Usaha Mina (perikanan), Perhutani (kehutanan), Pelni (Pelayaran), Perumtel (telepon), Askrindo (Ansuransi kredit), Pusri (pupuk),Perum garam (garam), Pertamina (migas), PLN (Listrik), Inti Prakarsa (Telekomunikasi), dan Bulog (9 bahan pokok) sebagaimana dinyatakan dalam Ahmad Erani Yustika (2000).

Perusahaan konglomerasi di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: perusahaan konglomerat yang masuk dalam kategori bisnis anak pejabat dan perusahaan konglomerasi yang di miliki oleh para pengusaha kroni. Perusahaan yang masuk dalam kategori pertama diinisiasi oleh Soeharto dan anak-anaknya. Dalam perkembangannya, hal itu kemudian dipraktikkan pula oleh para pejabat dan mantan pejabat lainnya.
Sedangkan perusahaan konglomerasi yang masuk kategori kedua antara lain dimotori oleh Sudono Salim, Bob Hasan, Prajogo Pangestu, Eka Tjipta Widjaja, dan Aburizal Bakrie. Sebagai mana yang dilaporkan oleh Adicondro (1998) dalam Baswir (2003) jumlah perusahaan dalam lingkungan keluarga Soeharto secara keseluruhan mencapai 1.251 perusahaan. Terdiri dari 74 unit perusahaan Mbak Tutut, Sigit 45 unit, Bambang Trihatmodjo 66 unit, Tommy 80 unit, Siti Hediati 34 unit, Ari Sigit 31 unit, Eno Sigit 6 unit, Siti Hutami Adiningsih 2 unit dan perusahaan lainnya yang berupa anak perusahaan dan perusahaan patungan sekitar 913 unit.
Keluarga B.J. habibie secara keseluruhan memiliki sekitar 190 perusahaan. Terdiri dari perusahaan Timmy Habibie 110 unit, Yayuk habibie 20 unit, Ilham habibie 28 unit dan Thareq habibie sebanyak 32 unit. Dalam lingkungan keluarga mantan pejabat lain, tercatat antara lain nama-nama seperti Harmoko, Alamsyah R. Prawiranegara, IB Sujana, Ginanjar Kartasasmita, Sudharmono, Abdul Latief, Hartarto, Achmad tahir, Siswono Yudohusono, , Bustanil Arifin, Hayono Isman, Radius Prawiro, nasrudin Sumintapura, Ismel Saleh dan pejabat lainnya
Bila kelompok terbesar dalam lingkungan bisnis anak pejabat dimotori oleh bisnis putra-putri Soeharto, maka kelompok terbesar dalam lingkungan pengusaha kroni dimotori oleh Sudono Salim melalui Salim Group. Salim Group terutama tumbuh melalui PT Bogasari yang bertindak selaku monopolis industri terigu. Dalam perkembangannya Salim Group menjarah ke hampir semua bidang usaha lainnya seperti Indomobil di bidang automotif, Indofood di bidang makanan, Indocement dibidang industri semen dan Indosiar di bidang elektronik. Dalam bisnis perbankan, keluarga Salim dan Soeharto muncul bersama-sama dengan bendera Bank Central Asia (BCA).
Berbeda dengan Salim, Bob Hasan dan Prajogo Pengestu adalah dua pengusaha kroni yang tumbuh melalui industri perkayuan. Bob Hasan yang pernah singgah menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Pembangunan VII, bahkan sempat dijuluki sebagai raja kayu Indonesia. Eka Tjipta Widjaja, selain bergiat dalam industri minyak goreng dan perkebunan kelapa sawit, juga berkibar dalam perbankan dengan bendera Bank Internasional Indonesia (BII). Sedangkan Aburizal Bakrie (Bakrie Group) terutama tumbuh melalui tender-tender pipanisasi Pertamina.(lihat, Baswir, 2003).
Terlepas adanya anggapan bahwa konglomerasi merupakan asset yang tak ternilai harganya, namun di sisi lain dominasinya dalam roda perekonomian menyimpan bahaya yang serius. Bahaya tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek :

Pertama, konglomerasi yang berlangsung secara besar-besaran cenderung melemahkan daya saing perekonomian Indonesia dalam persaingan ekonomi dunia. Bahaya ini mengingat ketidakmampuan konglomerat itu bersaing dengan perusahaan multinasional yang telah memiliki spesialiasi usaha dan telah menggeluti usahanya selama puluhan bahkan ratusan, serta memiliki jaringan yang luas di seluruh dunia.
Kedua, dominasi ekonomi oleh beberapa perusahaan konglomerasi mengakibatkan semakin buruknya kesenjangan ekonomi, karena sebagian besar harta produktif yang ada telah dikuasainya dan lebih menikmati. Ketiga, dominasi konglomerasi cenderung menyebabkan lemahnya kemmpuan birokrasi dalam mengatur perekonomian. Padahal tanpa campur tangan birokrasi, pasar mudah sekali berubah menjadi pasar persaingan tak sempurna. Dalam kondisi ini memungkinkan intervensi perusahaan konglomerasi dalam pelaksanaan pemerintahan. Keempat, dominasi cangan produksi dan aset nasional oleh beberapa perusahaan konglomerasi mengakibatkan semakin meruncingnya kecemburuan sosial.

Mencermati keempat ancaman tersebut, dapat disaksikan betapa besarnya bahaya yang ada dibalik perkembangan perusahaan konglomerasi sepanjang era Orde Baru. Hal itu tidak hanya tampak pada segi lemahnya sinergi dan visi usaha mereka, tapi juga pada segi dampak sosial dan politik yang dapat ditimbulkannya. Yang lebih mencemaskan adalah fakta sangat eratnya kaitan antara perkembangan perusahaan konglomerasi dengan merajalelanya praktik, korupsi, kolusi dan nepotisme. Tidak hanya berimplikasi terhadap ekonomi , sosial dan politik saja, tetapi juga mengandung implikasi moral yang dapat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bangsa.

BACAAN YANG DIANJURKAN
Philipus, Ng., dan Aini, N., 2004, Sosiologi dan Politik, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Yustika, A. E., 2000, Industrialisasi Pinggiran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Baswir, R., 2004, Drama Ekonomi Indonesia; Belajar Dari Kegagalan Ekonomi Orde Baru, Kreasi Wacana, Yogyakarta

Tentang PARMADI

Aktif sejak 1994 sebagai staf pengajar di jurusan IESP di FEB Universitas Jambi, saat ini ikutan nimbrung di Lab&POnline FEB Unja. Juga aktif di community Bank Sampah Bangkitku Kota Jambi sebagai TMKT.
Tulisan ini dipublikasikan di EKONOMI POLITIK dan tag , , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *