KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH : PENGANTAR

Konsep Keuangan Negara
Keuangan negara atau Public Finance merupakan bagian ilmu ekonomi yang mempelajari tentang kegiatan-kegiatan pemerintah dalam bidang ekonomi terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran serta pengaruh-pengaruhnya dalam perekonomian (Suparmoko, 1992, 2002). Sementara itu Mangkoesoebroto (2000) menyatakan bahwa ilmu keuangan negara lebih dikenal dengan ekonomi publik, merupakan ilmu ekonomi yang menganalisis peranan pemerintah dalam perekonomian dan dampak kebijakan pemerintah dalam bidang fiskal terhadap suatu perekonomian. Pemerintah mempunyai peran yang sangat besar dalam menjamin tercapainya kesejahteraan masyarakat yang optimum dan kebijakan pemerintah haruslah senantiasa ditujukan untuk mengoreksi perilaku masyarakat yang menghindarkan perekonomian mencapai alokasi sumber ekonomi yang efisien, redistribusi penghasilan masyarakat dan dalam bidang stabilisasi ekonomi. Dalam setiap perekonomian, baik pada sistem kapitalisme maupun sosialisme, pemerintah selalu memainkan peran yang sangat penting.

Konseptor kapitalisme murni Adam Smith pada tahun 1776 berteori, bahwa pada dasarnya pemerintah sebuah negara mempunyai tiga fungsi pokok yaitu, 1) memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan, 2) menyelenggarakan peradilan dan 3) menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, misalnya prasarana jalan dan bendungan (Mangkoesoebroto,2000). Dalam perekonomian modern, ternyata tidak ada satupun negara kapitalis yang mampu menjalankan sistem kapitalisme secara murni. Hal ini sebagai akibat prinsip kebebasan yang dikemukakan Adam Smith dalam kenyataannya selalu menghadapi berbagai benturan kepentingan, karena tidak adanya kordinasi yang harmonis di antara kepentingan masing-masing individu. Dalam hal ini, pemerintah mempunyai peranan dan wewenang untuk mengatur, memperbaiki atau mengarahkan aktivitas sektor swasta. Dengan demikian dalam sebuah perekonomian modern, peran negara dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: pertama, peran alokasi yaitu fungsi pemerintah dalam menyediakan barang-barang sosial, mengatur pembagian keseluruhan sumber-sumber ekonomi untuk digunakan sebagai barang pribadi (privat goods) dan barang sosial (social goods). Kedua, fungsi distribusi yaitu fungsi pemerintah untuk menjamin terpenuhnya keadilan dan pemerataan sumber-sumber ekonomi, dan ketiga, fungsi stabilisasi yang berkaitan dengan kebijaksanaan fiskal dimana pemerintah sebagai alat mengatur kegiatan perekonomian seperti stabilisasi tingkat harga dan inflasi.

Salah satu kewajiban pemerintah adalah menyediakan barang-barang dan jasa yang tidak dapat dihasilkan oleh pihak swasta. Masalah selanjutnya adalah seberapa besar pemerintah harus menyediakan barang publik, karena keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah. Penyediaan barang publik dalam jumlah yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya pemborosan sumber-sumber ekonomi, sebaliknya penyediaan barang dan jasa publik yang terlalu sedikit akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Beberapa teori telah dikemukakan oleh para ahli, seperti Pigou, Bowen, Lindahl, dan Samuelson (Mangkoesoebroto,2000). A.C. Pigou berpendapat bahwa penyediaan barang publik akan memberi manfaat bagi masyarakat, sebaliknya pajak yang dikenakan akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Semakin banyak barang dan jasa publik disediakan pemerintah, maka tambahan manfat yang dirasakan masyarakat akan semakin menurun. Hal ini analog dengan fenomena law of diminishing marginal utility returns. Misalnya, pada kasus segelas air yang diberikan terus menerus kepada seseorang. Gelas pertama akan memberi kepuasan yang besar dan seterusnya kepusannya akan berkurang. Di pihak lain, semakin banyak barang dan jasa publik yang disediakan pemerintah, semakin besar biaya penyediaannya dan konsekuensinya adalah semakin besar pula pajak yang akan dipungut dari masyarakat. Secara teoritis, penyediaan barang dan jasa publik akan optimal apabila kepuasan masyarakat yang di perolehnya sama dengan ketidakpuasan masyarakat dari pemungutan pajak. Kesulitan dari analisis ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan sesuatu yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena analisisnya didasarkan pada rasa ketidakpuasan marginal masyarakat dalam membayar pajak dan rasa kepuasan marginal terhadap barang dan jasa publik (Mangkoesoebroto,2000).

Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government) tercermin dari keterbukaan dan akuntabilitas di berbagai bidang, termasuk keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Sampai dengan bulan Maret 2003, pengelolaan keuangan negara masih menggunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang pemberlakuannya didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yaitu;
1. Indische Comptabiliteitswat yang lebih dikenal dengan nama ICW Stbl. 1925 No.448 yang diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49 dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1968.
2. Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445, dan
3. Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.

Pelaksanaan pencatatan keuangan berdasarkan ketentuan dilakukan dengan menggunakan sistem pembukuan Kameral (Barata dan Trihartanto, 2004). Pengakuan dan pengukuran pendapatan belanja berbasis kas (cash basis), yang hanya mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar: aset, utang dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual (accrual basis).
Kenyataannya, peraturan perundang-undangan di atas tidak dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.


Sesuai dengan tujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya peningkatan keterbukaan dan akuntabilitas di bidang pengelolaan keuangan negara, pemerintah telah berupaya mengadakan perubahan yang sangat mendasar, yaitu dengan :
a. menetapkan Undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur tentang: 1) tertib pengelolaan keuangan negara, 2) masa tahun anggaran, 3) kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara, 4) penyusunan dan penetapan APBN, 5) penyusunan dan penetapan APBD, 6) hubungan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing, 7) Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD, 8) Ketentuan pidana, sanksi administratif dan ganti rugi, dan 9) Ketentuan peralihan.
b. menyusun dan menetapkan undang-undang lainnya yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara seperti Undang-undang tentang perbendaharaan negara dan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan negara.
c. menugaskan Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAP) untuk menyusun Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) yang berkaitan dengan; 1) penyajian laporan keuangan, 2) pelaporan realisasi anggaran,3) Pelaporan arus kas, 4) Standar akuntansi aset tetap, 5) Standar akuntansi Utang Pemerintah dan 6) Standar akuntansi Proyek Investasi.

Berdasarkan Undang-undang Keuangan dan sistem akuntansi pemerintah yang baru, pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja adalah berdasarkan basis akrual (accrual basis) yaitu basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban itu.
Dari sisi subyek, Keuangan Negara adalah meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah dan badan lain yang kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruih kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas bdari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampau dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaiomana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 23 dengan melaksanakan asas pengelolaan keuangan negara yaitu, asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan dan asas spesialitas. Pada pengelolaan keuangan negara saat ini, dilengkapi pula dengan penerapan kaidah-kaidah seperti akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan independen (Barata dan Trihartanto, 2004).

Ketentuan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah
Pada prinsipnya pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah (pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah) harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud adalah mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan. penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Berkaitan dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara ini maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Anggaran pendapatan dan belanja, yang dibedakan menjadi dua, yaitu anggaran pendapatan dan belanja yang dikelola oleh pemerintah pusat (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja yang dikelola oleh pemerintah daerah (APBD). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, sedangkan belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi/Kabupaten/Kota. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih daerah, sedangkan belanja negara adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebgai pengurang nilai kekayaan bersih milik daerah.


2. Fungsi APBN/APBD meliputi fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggatan negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Sementara, fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
3. Tahun anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari 1 Januari sampai 31 Desember. Satuan hitung yang dipergunakan dalam penyusunan, penetapan dan pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang rupiah. Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/.APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BACAAN YANG DIANJURKAN
Barata, A.A. dan Trihartanto, B., 2004, Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah, Elex Media Komputindo, Jakarta
Hyman, D. N., 1996, Public Finance, A Cotemporary Application of Theory to Policy, Fifth edition, The Driden Press, New York
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah: Serial Otonomi Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta
Mangkusubroto, G, 2000, Ekonomi Publik, Edisi Kesembilan, BPFE-UGM, Yogyakarta
Suparmoko, M, 2002, Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Tentang PARMADI

Aktif sejak 1994 sebagai staf pengajar di jurusan IESP di FEB Universitas Jambi, saat ini ikutan nimbrung di Lab&POnline FEB Unja. Juga aktif di community Bank Sampah Bangkitku Kota Jambi sebagai TMKT.
Tulisan ini dipublikasikan di KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *